WARTAAMPERAK.COM_PASANGKAYU==== Isu dugaan ketidakadilan kembali mencuat dari tubuh salah satu perusahaan Perkebunan Sawit terbesar di Kabupaten Pasangkayu, PT Palma Sumber Lestari. Sorotan publik kini tertuju pada pernyataan mengejutkan dari Humas perusahaan, Vikhi, yang diduga menyarankan seorang karyawan untuk mengundurkan diri secara sukarela agar tidak tercatat sebagai pemutusan hubungan kerja (PHK).
Pernyataan itu muncul usai insiden perselisihan antara karyawan lokal bernama Armando dan salah satu asisten lapangan perusahaan. Dalam pernyataan informal yang bocor ke publik, Vikhi mengatakan :
“Bang, terkait pertemuan kemarin kami sudah berusaha komunikasikan ke bos-bos biar Abang masih bisa dipertahankan, tapi manajemen tidak mau, Bang. Dia menolak karena dianggap melanggar peraturan PKB (Perjanjian Kerja Bersama), Bang. Makanya kami sarankan buat saja surat resign. Karena kalau tidak, nanti kita kena PHK dari perusahaan ini juga. Ini untuk kebaikan kita, biar tidak ada catatan buruk bahwa kita kena PHK.” Melalui Pesan WhatsApp Jum’at 13/6/2025
Pernyataan ini memantik kecaman dari berbagai pihak, terutama pegiat hak buruh dan masyarakat sipil. Mereka menilai bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk intimidasi terselubung dan manipulasi administratif terhadap pekerja.
Alih-alih memberikan ruang pembelaan dan proses internal yang adil, pihak manajemen justru dinilai mendorong karyawan untuk “mundur secara terhormat” guna menghindari pencatatan PHK resmi yang dapat berdampak buruk bagi citra perusahaan. Tindakan ini juga dituding sebagai pengalihan tanggung jawab dan potensi pelanggaran terhadap prinsip perlindungan tenaga kerja.
“Ini modus klasik. Pekerja ditekan secara halus untuk resign agar perusahaan tak perlu membayar kompensasi PHK sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan,” ujar seorang aktivis buruh lokal yang enggan disebutkan namanya.
Lebih memprihatinkan lagi, hingga saat ini belum ada tanggapan tegas dari serikat pekerja internal PT Palma maupun tindakan pengawasan dari Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Pasangkayu. Jika praktik seperti ini dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi dunia ketenagakerjaan di daerah, di mana pekerja bisa dengan mudah “dipaksa keluar” demi menyelamatkan reputasi korporasi.
Kasus ini mendesak untuk diusut secara menyeluruh. Pemerintah daerah serta otoritas terkait diminta turun tangan menyelidiki apakah dugaan pemaksaan pengunduran diri ini merupakan bagian dari kebijakan sistemik perusahaan yang melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sementara itu, Armando selaku karyawan yang diduga menjadi korban, mengaku tidak diberi ruang yang adil untuk membela diri dan menolak membuat surat pengunduran diri tanpa dasar hukum yang jelas.