WARTAAMPERAK.COM_PASANGKAYU==== Kasus dugaan pemaksaan pengunduran diri terhadap seorang karyawan lokal kembali mencoreng citra dunia kerja di sektor perkebunan sawit. Kali ini, Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (LSM LIRA) Kabupaten Pasangkayu secara terbuka mengecam tindakan yang diduga dilakukan oleh manajemen PT Palma Sumber Lestari, salah satu perusahaan sawit terbesar di wilayah tersebut.
Ketua LSM LIRA Pasangkayu, Mustakim, menyatakan keprihatinan mendalam atas kasus yang menimpa Armando, seorang karyawan lokal yang disebut-sebut diminta untuk menandatangani surat pengunduran diri pasca perselisihannya dengan seorang asisten lapangan.
“Ini bukan hanya soal satu orang. Ini potensi pelanggaran sistemik yang mengarah pada perampasan hak-hak dasar buruh,” tegas Mustakim dalam pernyataannya kepada media, Minggu (15/06/2025).
Pernyataan ini merespons WhatsApp percakapan yang beredar, di mana Vikhi, Humas PT Palma, secara informal menyarankan Armando untuk “resign saja” demi menghindari catatan PHK. Isi percakapan itu dinilai LIRA sebagai indikasi kuat adanya tekanan psikologis terselubung kepada karyawan agar mengundurkan diri secara sukarela, praktik yang diduga bertujuan untuk menghindari tanggung jawab hukum perusahaan terhadap pemutusan hubungan kerja.
“Bang, kami sudah usahakan, tapi manajemen tidak mau. Disarankan buat surat resign saja, daripada nanti kita kena PHK juga,” demikian kutipan yang diduga berasal dari pernyataan Vikhi.
Menurut Mustakim, pola semacam ini merupakan bentuk penghindaran kompensasi dan pelanggaran atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal-pasal yang menjamin perlindungan terhadap pekerja dalam proses pemutusan hubungan kerja.
Mustakim juga mempertanyakan diamnya serikat pekerja internal perusahaan dan minimnya pengawasan dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Pasangkayu, yang seharusnya menjadi garda depan dalam menanggapi kasus semacam ini.
“Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk. Buruh kita akan semakin rentan terhadap tekanan manajemen, dan perusahaan bisa leluasa mengganti pekerja tanpa pertanggungjawaban,” lanjut Mustakim.
Armando, sang karyawan yang menjadi sorotan dalam kasus ini, menyatakan bahwa dirinya tidak pernah diberi ruang untuk membela diri dalam proses internal yang adil. Ia menolak menandatangani surat resign dan menuntut agar perkaranya diproses sesuai hukum.
“Saya tidak diberi pembelaan. Tidak ada sidang internal, tidak ada surat peringatan. Tiba-tiba disuruh resign. Saya merasa ini tidak adil,” ujarnya.
LSM LIRA mendesak agar Pemerintah Kabupaten Pasangkayu, DPRD, dan pihak kepolisian segera turun tangan melakukan investigasi terbuka terhadap dugaan praktik pemaksaan resign ini. Mereka juga meminta Kementerian Ketenagakerjaan RI untuk turut memantau dan memberikan sanksi tegas apabila terbukti terjadi pelanggaran hak tenaga kerja.
“Kami tidak akan diam. Ini soal harga diri dan masa depan buruh lokal di tanah sendiri,” pungkas Mustakim.
Sorotan ini menjadi alarm keras bagi semua pihak—bahwa kesejahteraan dan keadilan pekerja bukan hanya jargon, tapi tanggung jawab kolektif yang wajib ditegakkan.