Kepala Desa Jengeng Raya Tegaskan Penerbitan Sporadik Sesuai Aturan, Bukan Sepihak

  • Bagikan

WARTAAMPERAK.COM_PASANGKAYU ===== Menanggapi pemberitaan bertajuk “Khawatir Picu Konflik, Warga Tikke Raya Pertanyakan Tuntutan Pengukuran Lahan”, Kepala Desa Jengeng Raya Abdul Rahim menegaskan bahwa proses penerbitan surat sporadik oleh pemerintah desa dilakukan secara sah, terbuka, dan memiliki dasar hukum yang kuat. Hal itu ia sampaikan saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Rabu (15/10).

“Kami melaksanakan penerbitan sporadik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, bukan tindakan sepihak,” tegas Abdul Rahim.

Ia menjelaskan bahwa kepala desa memiliki kewenangan hukum untuk menerbitkan surat keterangan tanah (sporadik) sebagai dasar pengakuan penguasaan tanah oleh masyarakat.

Menurut Abdul Rahim, sporadik bukanlah sertifikat hak milik, melainkan alas hak awal atas tanah yang menunjukkan adanya penguasaan dan pengelolaan secara nyata oleh masyarakat.

“Semua sporadik yang diterbitkan pemerintah desa didasarkan pada penguasaan riil, adanya saksi batas, data riwayat tanah, serta hasil musyawarah warga. Tidak ada satu pun yang dibuat atas dasar klaim sepihak,” ujarnya.

Proses penerbitan sporadik, kata Abdul Rahim, dilakukan secara transparan melalui tahapan yang ketat dan terstruktur, meliputi :

  1. Pengajuan permohonan resmi oleh masyarakat disertai dokumen pendukung (PBB, riwayat tanah, saksi batas);
  2. Pemeriksaan lapangan oleh perangkat desa bersama saksi batas;
  3. Musyawarah warga apabila terdapat perbedaan klaim batas;
  4. Penerbitan surat keterangan tanah yang ditandatangani Kepala Desa dan saksi;
  5. Koordinasi dengan BPN Kabupaten Pasangkayu untuk verifikasi dan pengukuran.

“Setiap tahapan kami dokumentasikan dalam berita acara dan melibatkan instansi teknis terkait. Tidak ada proses yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi,”

Abdul Rahim menegaskan, langkah pemerintah desa merupakan pelaksanaan amanat konstitusi dan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

“Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa bumi dan kekayaan alam dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kami, kepala desa, adalah pelaksana amanat itu di tingkat paling bawah,” jelasnya.

Terkait polemik lahan antara masyarakat dan PT. Letawa, Abdul Rahim menyebut bahwa kasus tersebut telah melalui proses hukum di Polda Sulawesi Barat.

“PT. Letawa sempat melaporkan masyarakat atas dugaan penyerobotan lahan. Namun berdasarkan hasil penyelidikan, Polda Sulbar menyatakan laporan tersebut tidak memenuhi unsur pidana,” ungkapnya.

Ia menambahkan, PT. Letawa tidak memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) maupun Hak Guna Usaha (HGU) atas tanah yang dimaksud, sementara masyarakat telah lama menguasai, mengelola, dan membayar pajak atas tanah tersebut.

Menanggapi tudingan bahwa penerbitan sporadik dilakukan tanpa dasar, Abdul Rahim mengajak semua pihak untuk menempuh jalur hukum, bukan opini publik.

“Negara kita adalah negara hukum. Jika ada yang merasa dirugikan, silakan tempuh mekanisme hukum yang tersedia. Kami siap menjelaskan prosesnya di hadapan BPN, DPRD, maupun aparat penegak hukum,” tegasnya.

Abdul Rahim juga mengapresiasi peran pers dalam mengawal isu pertanahan, namun berharap pemberitaan disajikan secara berimbang dan berbasis data.

“Kami mengajak semua pihak menjaga kedamaian di tengah masyarakat. Jangan sampai ada pihak yang terprovokasi atau menyebarkan informasi sepihak yang bisa menimbulkan ketegangan,” ujarnya.

Pemerintah Desa Jengeng Raya berkomitmen untuk terus berkoordinasi dengan BPN Pasangkayu, Camat Tikke Raya, serta Pemerintah Kabupaten Pasangkayu agar seluruh proses pengukuran dan pendaftaran tanah berjalan tertib dan sesuai hukum.

“Tujuan kami sederhana: memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan memastikan tanah menjadi sumber kemakmuran, bukan sumber pertentangan,” pungkas Abdul Rahim.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *