Dugaan Pelanggaran UU No. 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan oleh PT. Letawa anak perusahaan dari PT Astra Agro Lestari (AAL),di Kabupaten Pasangkayu

  • Bagikan

WARTAAMPERAK.COM_PASANGKAYU==== PT. Letawa, anak perusahaan dari PT Astra Agro Lestari (AAL), diduga telah melakukan aktivitas perkebunan kelapa sawit secara ilegal selama kurang lebih 30 tahun di sejumlah wilayah di Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat, tanpa mengantongi izin yang sah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Aktivitas ilegal tersebut diketahui terjadi di beberapa lokasi, yaitu :

  1. Afd. Mike blok 30 dan 31 (Desa Lariang);
  2. Afd. Lima blok 3, 4, 5, dan 6,;
  3. Afd. Chari (Desa Jengeng Raya dan Desa Makmur Jaya).

Warga setempat juga menguasai sebagian objek tanah yang sama dan telah menanam berbagai jenis tanaman di antara tanaman kelapa sawit milik PT. Letawa. Masyarakat mengklaim legalitas penguasaan lahan tersebut dengan mengantongi Surat Keterangan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) dari pemerintah desa dan telah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sesuai ketentuan yang berlaku.

Salah satu tokoh masyarakat, Yani Pepi, saya di konfirmasi lewat pesan WhatsApp 15/5/2025, menyatakan bahwa permasalahan ini sebenarnya tidak rumit dan dapat diselesaikan secara bijak tanpa perdebatan panjang. Ia mengusulkan enam langkah solusi sebagai berikut :

  1. Investigasi oleh Pemerintah dan Pengambilan Titik Koordinat oleh BPN untuk memastikan status legalitas lahan yang dikuasai PT. Letawa.
  2. Penghentian aktivitas perkebunan PT. Letawa jika terbukti tidak memiliki izin yang sah.
  3. Penghancuran tanaman sawit yang ditanam tanpa izin sesuai dengan ketentuan hukum.
  4. Pengakuan hak masyarakat atas tanah berdasarkan sporadik dan bukti pembayaran pajak.
  5. Penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) kepada masyarakat yang memenuhi syarat hukum.
  6. Penindakan tegas terhadap PT. Letawa, termasuk penyelidikan atas dugaan penghindaran kewajiban pajak selama 30 tahun.

Sebaliknya, jika hasil investigasi membuktikan bahwa PT. Letawa memiliki izin resmi, maka pemerintah juga harus tegas mengambil tindakan hukum terhadap masyarakat yang melanggar.

Yani Pepi menekankan perbedaan prinsip penguasaan tanah antara korporasi dan masyarakat: “Korporasi wajib memiliki izin sebelum menguasai lahan, sementara masyarakat bisa menguasai lebih dahulu kemudian mengurus legalitasnya.” Ia juga mengakui kontribusi ekonomi PT. Letawa, namun menegaskan bahwa semua pihak harus tunduk pada hukum yang berlaku.

Kasus ini menjadi sorotan penting tentang pentingnya penegakan hukum dan keadilan dalam pengelolaan sektor perkebunan, agar kegiatan ekonomi berjalan secara sah, tertib, dan bertanggung jawab.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *